Senin, 10 Januari 2011

CERBER TEENLIT : CHERRY & LOUDY (BAB IX)



BAB IX

ALDY VS AUREL


Hari ini Cherry dan Aurel masuk dalam satu shift. Pagi-pagi sekali mereka sudah berangkat ke toko, karena Axel yang meminta mereka berdua datang lebih pagi dari biasanya.
“Hari ini aku promo di Mal Orchid sama Aldy.” Kata Aurel sambil mengemudikan motor Cherry.
“Aku jaga toko Rel, mungkin sama Marsha. Kamu pulang jam berapa dari Mal?” Tanya Cherry yang duduk di jok belakang dengan suara agak tenggelam karena hembusan angin yang cukup kencang.
“Jam 2 siang Cherr!.” Jawab Aurel dengan pandangan tetap lurus ke depan..

Akhirnya Aurel mempercepat laju motornya, karena waktu sudah menunjukkan pukul 05.45, sedangkan Axel meminta mereka datang pukul 06.00 pagi.
    Sesampainya di tempat parkir, mereka berpapasan dengan Aldy, bahkan Cherry sempat bertabrakan dengan Aldy, namun entah mengapa Aldy hanya mengucapkan kata maaf lalu berlalu begitu saja tanpa canda dan tawa seperti biasanya. Cherry dan Aurel pun terheran-heran melihat teman mereka yang biasanya penuh tawa, terdiam seperti tidak ingin diganggu.
    
    Didalam toko Aldy terlihat berdiskusi dengan Axel. Cherry segera pergi ke ruangan loker dan menyimpan tasnya, memakai topi dan celemek merah untuk melindungi bajunya. Aldy tampak memasuki ruangan loker dengan tergesa dan segera memakai celemek dan membuka topi kupluk nya. Tampak rambut tebalnya telah dipapas habis sampai botak seperti kebanyakan model rambut pemain basket. Cherry yang kaget melihat penampilan baru Aldy pun melongo dan kemudian mendekatinya sambil terus memandang Aldy.
    “Wuih…kepalanya baru Al?” Tanya nya sambil tetap melongo.
    
    Aldy yang menyadari Cherry sedang memandangi kepalanya lalu membungkukkan badan karena tinggi badan Cherry jauh dibawah Aldy. Sambil memandang mata Cherry, Aldy pun berkata sambil tersenyum manis.
    “Bukan kepalaku yang baru, tapi rambutku yang ilang!.” Jawab Aldy sambil mencubit hidung Cherry.
    Cherry cengengesan mendengar jawaban Aldy sambil menepis tangan aldy dari hidungnya.
    “Suka?” lanjut Aldy.
    “Suka!” Jawab Cherry sambil tersenyum lebar.
    “Ganteng ga?” Tanya Aldy lagi.
    “Ganteng!” Jawab Cherry pendek sambil menganggukkan kepalanya.
    
    Aldy hanya tersenyum, membuka topi di kepala Cherry dan mengacak-acak rambutnya dengan gemas, lalu meninggalkan Cherry yang tambah melongo sambil membereskan rambut panjangnya dengan jari-jarinya, keheranan melihat tingkah laku Aldy pagi itu.

    Tiba-tiba Aurel datang dengan raut wajah yang tidak sesumringah saat dijalan tadi.
       “Loh, kok belum berangkat Rel?.”Tanya Cherry heran.
    Aurel hanya menggelengkan kepala dan membuka pintu lokernya sambil mengeluarkan tas dan kunci motor Cherry. Cherry memandang sahabatnya dengan wajah tambah melongo.
    “Kamu kenapa Rel?” Tanya Cherry menyelidik sambil duduk dibangku dekat lemari Loker.
    “Aku gak jadi ditugasin sama Aldy ke Mal pagi ini.” Jawabnya singkat sambil membereskan isi tas nya.
    “Loh, ko bisa? Jadi kamu pergi sama siapa?” Tanya Cherry tambah heran.
    “Sama Marsha.” Jawab Aurel sambil merengut dan memberikan kunci motor kepada Cherry.
    “Ya ampun Rel. Aku pikir ada apa? Kan sama aja Rel mau sama Marsha, Sisca, Aldy ataupun aku.” Ujar Cherry menenangkan sahabatnya.
    “Tapi….” Kalimat Aurel terputus.
    Aurel pun duduk disamping Cherry. Cherry mengawasinya dengan pandangan penuh pertanyaan.
    “Tapi apa Rel?” Tanya Cherry lagi karena aurel tak kunjung menjawab pertanyaannya.
    “Tapi Cherr, mungkin untuk Sisca, Marsha dan kamu..tugas bareng Aldy itu sama saja seperti dengan yang lain. Tapi buat aku, itu moment yang sangat….” Kalimat Aurel lagi-lagi terputus.
    Cherry yang sudah mulai bisa mengira-ngira penyebab kegundahan Aurel pun menjawab.
    Sangat spesial?” Tebak Cherry hati-hati.
    Aurel terdiam, dan pelan-pelan menganggukkan kepalanya. Cherry sungguh terkejut melihat anggukan Aurel. Karena dari semenjak mengenal Aldy, Cherry memendam perasaan yang sama seperti Aurel. Namun tak pernah sanggup Cherry menunjukkan bahkan mengungkapkannya walaupun hanya sekedar curhat pada sahabatnya itu, Cherry tak pernah berani mengatakannya pada siapapun. Cherry terdiam dan makin menahan perasaannya. Setelah mengetahui isi hati Aurel, Cherry semakin mantap untuk membuang jauh-jauh perasaan istimewa yang dia rasakan bertahun-tahun kepada Aldy.
    Akhirnya Cherry membimbing Aurel keluar ruang loker. Aurel tampak melangkah dengan gontai dan terlihat sangat kecewa.
    
    “Selamat pagi semua.” Ucap Axel memulai briefing pagi itu.
    “Oke, pagi ini saya akan membagi tugas luar untuk beberapa orang, karena hari ini, kita akan mengadakan promosi di beberapa mal sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.” Ujar Axel memulai briefingnya.
    Semua karyawan mendengarkan Axel dengan seksama. Aurel tampak mencoret-coret kertas kosong dengan kesalnya seakan pengarahan dari Axel tidak dihiraukannya. Marsha pun memandang kearah Aurel sambil mengernyitkan dahi.
    Cherry duduk disamping Axel dan sesekali mencuri pandang kearah Aldy yang duduk di lubang jendela sambil menyilangkan kakinya dan melipat kedua tangannya. Aldy berkali-kali menangkap pandangan Cherry, namun Cherry langsung membuang pandangannya berpura-pura tidak menyadari pandangan Aldy.
    “Hari ini yang saya tugaskan di Mal Green adalah Sisca dan Dimas. Di Mal Sakura saya tugaskan Dena dan Fatih. Di Mal Orchid ada sedikit perubahan, tadinya saya menugaskan Aldy dan Aurel, berhubung Aldy sedang kurang fit, jadi saya tugaskan Aurel dan Marsha. Kemudian di Taman Rainbow saya tugaskan Anynda dan Amanda. Untuk yang jaga toko hari ini, saya serahkan kepada Aldy dan Cherry. Hari ini saya akan membantu Aurel dan marsha di Orchid Mal, dan saya harap semuanya bisa menjalankan tugas masing-masing dengan baik. “Tegas Axel memberi pengarahan kepada karyawannya.
    Akhirnya semua pun bubar dan keluar ruangan meeting sambil bersiap-siap menuju tempat mereka ditugaskan. Aurel tampak berjalan menunduk sampai-sampai menabrak Dimas yang sedang berlari mengejar Sisca. Marsha pun tampak bergegas keluar Toko dengan membawa berbagai macam roti di keranjang  yang dia bawa.
Sesaat kemudian suasana toko pun kembali sepi karena masih pagi dan hanya Cherry, Aldy dan dua orang pramuniaga lain yang sedang membantu membersihkan Toko.
Aldy menghampiri Cherry yang sedang merapihkan roti selai strawberry berbentuk bintang.
“Ngerapihin jangan sambil ngeces gitu deh!”. Canda Aldy sambil duduk di depan etalase tempat roti-roti cantik dengan berbgai bentuk ditata rapih.
Cherry hanya menjulurkan lidahnya. Aldy yang melihat Cherry lagi-lgi mencubit hidung Cherry.
“Aduh! Kebiasaan!”. Keluh Cherry sambil melotot.
Aldy hanya tersenyum lalu masuk ke balik etalase dan melayani pelanggan yang mulai berdatangan.
Hari itu toko sangat ramai, banyak anak sekolah yang berkunjung dan membeli roti dengan berbagai macam bentuk kesukaan mereka, sehingga Cherry dan Aldy tidak banyak waktu untuk mengobrol.

Pukul 14.20, Aurel, Marsha dan Axel kembali dari Orchid Mal. Namun Cherry dan Aldy masih disibukkan oleh para pembeli yang mengantri. Akhirnya Marsha, Aurel danAxel pun turun tangan membantu mereka.
Aurel tampak berdiri melayani pembeli tepat disebelah Aldy, namun Aldy berpindah posisi ke sebelah Cherry. Cherry yang menyadari hal itu pura-pura tidak menyadari dan meninggalkan  tempatnya semula menuju ke tempat kasir membantu Marsha.
Cherry menghitung roti-roti yang sudah dipesan sambil terbayang-bayang. Sebenarnya ada apa antara Aurel dan Aldy, mengapa Aldy terlihat menghindari Aurel dari sejak pagi, sampai-sampai meminta Axel mengubah jadwal kerja mereka dengan alasan kurang fit. Beberapa saat kemudian Axel menghampiri Cherry.
“Tolong yang ini jadikan satu kotak, dan yang blueberry di kotak yang ungu, lalu yang srikaya di kotak yang kuning saja.” Tunjuk Axel meminta Cherry mengemas.
Cherry menghela nafas, bukannya enggan melaksanakan tugas. Tapi itu berarti Cherry harus kembali ke tempat  dimana Aldy dan Aurel berada.
“Iya kak.” Jawabnya pendek dan segera ke tempat mengemas roti.
Untung saja Aurel dan aldy juga terliht sibuk, bahkan saat mereka berdiri berdampingan pun mereka tidak menyadarinya, hal yang tadi sempat Cherry khawatirkan  tidak terjadi lagi.
Saat waktu istirahat tiba, Aldy masuk ke ruang loker berdampingan dengan Marsha. Cherry yang berjalan dibelakang mereka sempat melihat pandangan dingin Aurel kearah Marsha. Namun Marsha tidak menyadarinya dan tetap bercanda dengan Aldy.
“Makanya Al, cepetan punya pacar. Biar ga dibilang Maho lagi!” Canda Marsha.
“Yah, itu sih ga masalah, klo ada yang nanya, Mana pacar kamu Al?, tinggal tarik aja Cherry!”. Jawab Aldy asal.
Cherry langsung terbelalak dan langsung melempar Aldy dengan topi merahnya.
“Gak waras!” Timpal Cherry berang sambil melotot ke arah Aldy.
Aldy hampir saja mencubit hidung Cherry lagi, namun Cherry langsung menghindar. Aurel nampak kesal dengan canda mereka langsung keluar tanpa bicara apapun. Cherry yang menyadari hal itu lngsung mengejarnya.
“Rel…Aurel mau kemana?” Tanya Cherry berlari tergesa mengejar Aurel.
Namun Aurel tidak menjawab apapun. Cherry tetap mengikutinya walau Aurel tidak menanggapi pertanyaannya. Akhirnya Aurel menghentikan langkahnya di sebuah Café yang terletak disamping Toko.
Aurel melirik kanan kiri mencari tempat duduk kosong, Cherry tetap mengikutinya dari belakang. Akhirnya mereka menemukan tempat duduk di pojok belakang, Café bernuansa orange itu bisa dipakai Cherry dan teman-temannya untuk berkumpul, ngobrol-ngobrol maupun makan bersama.
“Rel, Aldy Cuma bercanda, aku gak ada hubungan apa-apa sama Aldy.” Ujar Cherry menjelaskan.
Aurel masih terdiam. Matanya terpaku pada taplak meja seakan tak mendengar penjelasan apapun dari Cherry.
Cherry pun terdiam, setengah kesal karena dari awal menjelaskan, kalimatnya tidak didengar oleh Aurel. Cherry pun memutuskan untuk meninggalkan Aurel.
Cherry termenung di kolam yang terdapat didepan Toko. Tiba-tiba Axel mnghampiri dan duduk disamping Cherry yang tak menyadari kedatangannya.
“Ngelamun terus, sebentar lagi gajian ko Cherr.” Kata Axel sambil melirik menatap Cherry.
Cherry membalas tatapan Axel, ingin rasanya bertanya. Tapi Cherry mengurungkan niatnya dan kembali menundukkan kepala.
“Kalau mau bertanya, ya tanya saja Cherr. Mumpung aku ada disini.” Ujar Axel seakan-akan dia bisa membaca pikiran Cherry.
Cherry menoleh dengan pandangan kaget, lalu akhirnya memberanikan diri bertanya.
“Kakak tahu ga? Dimana tempat kost-kost-an yang murah di daerah sini?” Tanya Cherry dengan wajah serius.
Axel melongo mendengar pertanyaan Cherry.
“Loh, memang kenapa sama rumah kamu?” Tanya Axel kebingungan.
“Aku udah sebulan lebih gak tinggal di rumah, selama ini aku numpang di rumahnya Aurel.” Jawab Cherry tertunduk malu.
“Ya ampun Cherr, kenapa kamu baru bilang sekarang?!” Tanya Axel dengan wajah terkejut.
Cherry akhirnya menjelaskan apa yang terjadi padanya. Axel berjanji akan membantu Cherry mencari tempat tinggal baru sampai semua masalah dengan keluarganya selesai.
Pukul 17.00 Cherry keluar dari ruang loker dan bermaksud mengajak pulang Aurel bersama. Tetapi Aurel sudah pulang lebih dahulu  bersama Sisca. Cherry sempat bingung, sebenarnya apa yang ada di pikiran Aurel, sampai dia semarah itu pada Cherry. Padahal kan itu hanya kalimat candaan Aldy.
Saat sedang berjalan menuju tempat parkir, Aldy menghampiri dengan motornya.
“Ayo Cherr, ikut aku. Motor kamu tinggal dulu aja disini sebentar.” Ajak Aldy sambil menarik tangan Cherry.
“Mau kemana Al?” Tanya Cherry bingung sambil menaiki motor Aldy.
“Nanti juga kamu tau.” Jawab Aldy pendek sambil menggas motornya.
Diperjalanan menuju tujuan yang tidak diketahui Cherry. Aldy diam seribu bahasa. Tanpa ada satu pun kalimat yang keluar dari mulutnya.
“Al, kita mau kemana siih?” Tanya Cherry mulai mengeluh karena Aldy mendiamkannya selama perjalanan. Namun Aldy tetap bungkam. Kecepatan laju motor Aldy membuat Cherry agak sedikit ketakutan dan memegang erat pinggang Aldy.
“Ya Tuhan, pria yang selama ini ada di hatiku kini duduk didepanku tanpa dapat ku pandang wajahnya. Kenapa hatiku jadi gak karuan gini?.” Gumam Cherry menggeleng-gelengkan kepalanya.
Rupanya Aldy memperhatikan Cherry dari kaca spionnya. Sambil terus mengemudikan motornya .

“Kenapa kamu Cherr?”  Tanya Aldy tanpa menoleh.
Cherry yang menyadari Aldy memperhatikannya pun terkejut.
“Eng..nggak kok!.” Jawab Cherry pendek.
“Tapi kita mau kemana Al?” Tanya Cherry dengan nada agak tinggi.
Aldy hanya tersenyum dibalik helmnya dan kembali fokus ke depan.
“Al, kalau kamu gak mau kasih tau aku kemana kita akan pergi, aku turun disini!”. Ancam Cherry yang membuat Aldy menghentikan motornya dengan mendadak.
Saat motor berhenti, dengan tergesa Cherry pun turun. Aldy yang menyadari hal itu langsung menarik tangan Cherry.
“Denger aku Cherr…” Kalimat Aldy terpotong karena Cherry meronta melepaskan tangannya dari genggaman Aldy.
Nggak!.... kamu jangan sok misterius gitu deh ngajak aku ke tempat yang kamu rahasiakan dari aku.” Ujar Cherry mulai sewot.
“Iya kamu dengerin dulu penjelasan aku Cherr, gimana aku mau jelasin kalau kamunya mau lari gitu.” Jawab Aldy tampak kesal dengan rontaan Cherry.
Cherry pun terdiam dengan wajah yang cemberut.
“Aku mau ajak kamu ke tempat kost yang baru. Kak Axel kasih tahu aku semuanya, dia minta bantuan aku untuk carikan kamu tempat kost, aku sudah cari dan sudah mendapatkan tempat kost yang nyaman untuk kamu tempati sampai masalah kamu selesai , aku sudah janji tidak akan mengatakannya pada siapapun tentang ini Cherr.” Jelas Aldy berjanji.
Cherry terbelalak.
“Secepat itukah Al?” Tanya Cherry terkejut.
“Iya makanya Cherr, aku mau ajak kamu kesana sekarang, jadi kalau kamu merasa gak cocok sama tempatnya, aku bisa carikan ditempat yang lain.” Jawab Aldy.
“Lalu, gimana sama Aurel Al?” Tanya Cherry khawatir sambil tertunduk lemas.
“Aku yang sengaja menghindari dia Cherr.” Kata Aldy lagi-lagi mengagetkan Cherry.
“Apa?! Tapi kenapa?” Tanya Cherry tegas.
Aldy terdiam di atas motornya, duduk tertunduk seakan enggan menjawab pertanyaan Cherry.

“Jawab Al!, kamu mau tau, kenapa aku minta tolong sama Kak Axel? Karena kalimat kamu tadi siang saat diruang loker!, Aurel salah paham, Aurel pikir candaan kamu serius, dia pikir kamu pacaran sama aku dan dia….dia..!” Cherry tak sanggup meneruskan kalimatnya seraya menepis tangan Aldy yang masih menggenggam tangannya.
Aldy tersenyum sinis mendengar pernyataan Cherry tadi.
“Semakin childish tingkahnya”. Tiba-tiba Aldy angkat bicara.
“Apa maksud kamu?” Cherry tambah heran dengan kalimat Aldy.

Aldy tersenyum kecil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. Cherry semakin penasaran dan bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya apa yang terjadi dengan mereka berdua?.
“Tiga hari yang lalu Aurel datang ke rumah aku.” Ujar Aldy mulai bercerita.
“Ada apa Aurel ke rumah kamu? Bukankah di Toko juga kalian bertemu?” Tanya Cherry mengernyitkan dahinya.
“Dia bilang cuma ingin mampir.” Jawab Aldy sambil mengangkat kedua tangannya.
“Lalu?” Tanya Cherry lagi sambil menyandarkan punggungnya di pohon rindang tepat dibelakang tubuhnya.
“Aku pamit untuk mandi saat Aurel sedang menonton TV, lalu ibuku bilang kalau Aurel mengeluh sakit kepala. Ibuku menyarankannya untuk istirahat di kamarku, karena kamar tamu sedng diperbaiki. Akhirnya Aurel langsung masuk kamarku tanpa meminta izin padaku dulu.” Aldy menjelaskan sambil merubah posisi duduknya menjadi berhadapan dengan Cherry.
“Terus?” Tanya Cherry sambil menopang dagu.
Aldy malah tersenyum memandang raut wajah Cherry yang penasaran. Kebiasaannya muncul kembali. Aldy mencubit hidung Cherry, namun kali ini Aldy tidak mau malepaskannya, dan terus mencubit gemas sampai Cherry hampir menangis.
“Sakit!” Pekik Cherry menepis tangan Aldy dari hidungnya.
Aldy langsung tertawa melihat hidung Cherry yang memerah.
“Sekali lagi kamu cubit hidung aku, aku lempar pakai sepatu ini biar kamu jelek permanen!” Bentak Cherry dengan wajah merengut.
Aldy malah tertawa puas mendengar ancaman Cherry.
“Abis kamu tuh lucu Cherr, seneng aku lihat kamu, ga bosen-bosennya klo mandangin kamu, jadi suka pengen nyubit hidung kamu.” Jawab Aldy sambil tertawa terbahak-bahak.
Cherry semakin cemberut melihat pria yang disukainya menertawakannya.
“Iya-iya aku lanjutin ceritanya”. Ujar Aldy yang menyadari raut wajah Cherry yang mulai kesal. Namun Aldy berkali-kali menghela nafas dan kemudian tertawa lagi.
“Aldy jahat ah!” Keluh Cherry masih tetap dengan wajah kesal dan memerah hampir saja menangis.
“Iya deh maaf.” Jawab Aldy mengacak-acak rambut Cherry.
“Oke aku lanjut. Setelah aku selesai mandi, aku masuk kamar. Ketika aku buka pintu, aku mendapati Aurel sedang membuka-buka laci meja belajar aku.”. Lanjut Aldy dengan raut wajah datar.
“Apa?! Masa sih? Emang Aurel ngapain?” Tanya Cherry terkejut tidak menyangka Aurel senekat itu.
“Aku bentak dia, aku merasa privacy ku dia obrak-abrik!” Jawab Aldy pendek.
“Kemudian?” Tanya Cherry kembali menopang dagu.
“Aku tanya apa yang sedang dia lakukan?, lalu dia menjawab hanya mencari kertas kosong, aku yakin Aurel berbohong.” Aldy kembali menghela nafas.
“Maksud kamu?” Cherry tambah bingung dengan penjelasan Aldy.
“Dia bilang mencari kertas kosong, sedangkan kertas kosong ada di hadapan dia Cherr. Ketika aku tanya lebih tegas, akhirnya dia menjawab.” Kali ini Aldy menghampiri dan ikut bersndar bersama Cherry.
“Dia jawab apa?” Tanya Cherry memandang Aldy penasaran.
Baru kali itu Cherry bisa memandang wajah tampan Aldy dari dekat.
“Ya Tuhan, sungguh indah ciptaan MU.” Puji Cherry dalam hati.
Namun Aldy tidak menyadari saat itu Cherry tengah mengaguminya.

“Dia menjawab, Ingin mencari tahu lebih banyak tentang aku.” Kali ini Aldy menjawab sambil temenung.
Cherry memandang terkejut ke arah Aldy.
“Lalu dia mengatakan apalagi?” Cherry bertanya dengan hati-hati.

Aldy menunduk , menutup wajahnya dan kembali melanjutkan jawabannya.
“Aurel bilang, dia mencintaiku sejak lama.” Jawab Aldy sambil mengacak-acak sendiri rambutnya seperti orang yang stress.
Cherry melongo mendengar pernyataan Aldy, entah dia harus mengatakan apa. Karena Aurel tidak pernah bercerita kalau ternyata dia sudah pernah menyatakan cintanya pada Aldy

 “Kamu cinta sama Aurel?” Tanya Cherry lebih hati-hati lagi.
Aldy terdiam. Cherry memejamkan mata berharap Aldy menjawab tidak, detak jantungnya seakan terdengar hingga seantero kota saking kencangnya, dan Cherry pun bisa merasakan dengan begitu jelas setiap detak jantungnya yang berdetak cepat tak beraturan. Cherry semakin tak karuan saat Aldy menoleh dan memandangnya tajam. Akhirnya Aldy membuka suara.
“Nggak.” Jawaban pendek Aldy membuyarkan berbagai pikiran dalam benak Cherry.
Cherry menoleh membalas pandangan Aldy. Tampak pandangan Aldy yang lain dari biasanya, namun Cherry tidak ingin berfikir terlalu jauh. Yang ada dibenaknya saat itu hanya ingin tetap berada disamping Aldy walaupun mungkin waktunya tidak tepat.


Tiba-tiba Aldy menyentuh pipi Cherry sekejap.
Aku hanya mencintai seorang wanita, yang aku cintai sejak lama. Tapi aku belum berani mengungkapkannya, mungkin suatu saat aku akan mengungkapkannya. Semoga saat aku sudah yakin untuk mengungkapkannya dia punya perasaan sama dengan apa yang aku rasakan padanya.” Ungkap aldy sambil melepaskan tangannya dari pipi Cherry.
Lagi-lgi Cherry berkata dalam hati.
Aku tak peduli siapa yang kau cintai saat ini, yang aku tahu, saat ini aku nyaman disampingmu, dan mungkin beberapa menit lagi semuanya akan berakhir, kau akan kembali penuh canda seperti hari-hari sebelumnya. Gumam Cherry dalam hati.
Aldy yang menyadari Cherry memandangnya tanpa henti dengan pandangan agak kosong langsung menutup kedua mata Cherry dengan kedua matanya.
“Udah ah ngeliatin aku nya, jadi geer.” Kilahnya sambil tertawa.
“Idih, kamu bisa juga Geer!” Timpal Cherry tertawa geli.

Akhirnya mereka pun meneruskan perjalanan yang tinggal beberapa menit lagi.


Ditempat lain. Disebuah Cafe, tampak dua orang pemuda sedang duduk di kursi yang berada di tengah ruangan Café tersebut. Pemuda yang duduk di sebelah kanan menggunakan tshirt putih dan celana selutut berikut topi berwarna putih senada dengan tshirt yang dia gunakan, sedangkan pemuda yang satunya menggunakan kemeja putih bermotif garis-garis hijau vertical memanjang di setiap sisi kemeja terebut, tampaknya pemuda yang memakai kemeja itu baru saja pulang bekerja.
“Lama-lama gue gak tega za, gue ngerasa jadi penjahat beneran.” Ujar seorang pemuda bertopi yang bukan lain adalah Adryn.
“Ya kalau gak tega, kenapa masih juga lo terusin?”. Timpal temannya sambil menyeruput capucino dari cangkir hitamnya..
Adryn menatap lemon tea nya sambil memutar-mutar sedotannya lalu mengusap-usap wajahnya, tampak kegalauan sedang melanda hatinya.
“Lo bisa bayangin, Loudy mandiri banget. Gue belum bangun tidur aja dia udah bisa beresin semua keperluan dia sendiri. Setiap hari dia lakuin itu semua tanpa minta bantuan siapapun, sampai-sampai nyuci baju di mesin cuci pun dia bisa melakukannya sendiri. Gue sampe heran, didikan apa yang kakaknya kasih sama Loudy sampe anak itu super mandiri. Sedangkan nyokap gue bilang, kalau Kakaknya Loudy itu pemalas dan pembangkang. Berbeda dengan apa yang gue lihat di diri Loudy”. Adryn semakin menumpahkan kegalauannya.
“Kalau Ade angkat lo bisa semandiri itu, agak aneh kalau kakaknya dinilai pemalas dan pembangkang, sementara lo sendiri pernah bilang kalau Loudy sayang banget sama Kakaknya. Kalau dia pembangkang, gak mungkin Loudy masih respect sama Ayahnya sampai detik ini dan memilih bertahan dirumah. Kemungkinan Loudy bisa kabur karena terpengaruh didikan Kakaknya sebenarnya sangat besar kalau penilaian pemalas dan pembangkang itu memang dialamatkan pada Kakaknya, tapi dia lebih memilih nurut sama Ayah lo kan?” Tanya temannya menyelidik.
Adryn menyender pada kursinya dan mengatupkan kedua tangannya.
“Gue rasa ada yang gak beres sama tujuan nyokap gue.” Selidik Adryn.
“Sebaiknya lo cari tahu lagi Dryn, bisa kebayang sama gue…anak sekecil Loudy harus menghadapi tekanan seberat ini. Gue udah punya anak dua Dryn, makanya sebagai seorang Ayah, gue agak mengerti apa yang mungkin Loudy rasakan.” Temannya lagi-lagi mengingatkan.
“Kalau ternyata yang tujuannya salah itu dari pihak lo, sebaiknya hindari dari sejak dini.” Tegas temannya.
“Kalau ternyata tujuan nyokap dan bokap angkat gue yang gak bener. Atau tujuan mereka melakukan ini semua hanya semata-mata akan berdampak buruk nantinya untuk Loudy. Gue angkat tangan. Loudy berhak menjalani masa kanak-kanak dia dengan kasih sayang dari orang yang sayang sama dia.” Jawab Adryn menerawang ke jendela café  dan memandang lembayung senja sambil terus memutar-mutar sedotan lemon tea nya.

Loudy menggeser jendela kamarnya, memanjat ke lubang jendela dan melompat keluar dari kamarnya, tubuhnya direndahkan hingga setinggi tembok pembatas. Menusuri jalan kecil di samping ke rumahnya dan kemudian melompati pagar tanaman rumah Tante Maya.
Diketuknya perlahan kaca pintu belakang rumah Tante Maya, agar tidak ada yang mendengar selain Tante Maya yang letak kamar tidurnya dekat dengan pintu belakang rumahnya. Tante Maya sudah terbiasa dengna ketukan pintu Loudy, karena jika dalam keadaan darurat, atau membutuhkan pertolongan, Loudy selalu melakukan hal yang sama.
“Tok tok tok”
“Tante ini Loudy” Ucap Loudy dari balik pintu sambil menoleh ke kiri dan kanan.
Tak lama kemudian Tante Maya keluar kamarnya dan membukakan pintu dengan baju tidur biru langitnya, sambil menggendong Ashley yang rupanya mulai tertidur di pangkuannya.
“Masuk Loudy, ada apa malam-malam kamu keluar ,nak?” Tanya tante Maya kaget.
Loudy hanya menoleh ke kiri dan kanan dan setengah berlari memasuki ruang tengah.
“Dimana ayahmu Loudy? Adryn dimana? Kok kamu berani keluar larut malam begini?” Tanya Tante Maya sambil merebahkan tubuh Ashley di sofa.
“Kak Adryn keluar, gak tau kemana? Ayah sama Tante Betsy kan lagi keluar kota, gak tau pulangnya kapan?” Jawab Loudy sambil mengangkat kedua tangannya.
“Jadi kamu sendirian di rumah?” Tany Tante Maya kaget.
Loudy hanya menganggukkan kepalanya dua kali.
“Ada apa sayang?Apa yang menyebabkan kamu berani kesini selarut ini?” Tanya Tante Maya sambil pergi ke dapur dan membuatkan Loudy teh hangat.
“Aku butuh modem internet.” Jawab Loudy tertunduk.
 “Untuk apa?”. Tanya Tante Maya heran.
“Aku berhasil menemukan laptopku yang diamankan oleh Kak Cherry, aku hanya ingin online Tante, bosan sendirian dirumah.” Jawabnya lagi sambil cemberut.
Tante Maya duduk disamping Loudy, mengelus-elus rambut Loudy sambil menghela nafas.
“Loudy, Tante minta maaf. Tapi tante memang gak punya modem internet sayang. Jawab Tante Maya dengan menyesal.
“Iya Tante gak apa-apa, nanti aku cari ditempat lain saja, barangkali Kak Cherry menyimpannya di tempat yang sama. Ujar Loudy optimis.
Tante Maya tersenyum melihat Loudy yang tidak pernah patah semangat untuk mencari jalan agar dapat berkomunikasi dengan Kakaknya  walau sedang dalam keadaan terkekang.
AKhirnya Loudy kembali ke rumah sambil mengendap-endap, khawatir Adryn memergokinya keluar rumah larut malam tanpa izin.
Loudy merundukkan badan serendah mungkin hingga dari jendela pun tak terlihat, kembali menelusuri pagar tanaman dan berjalan perlahan sambil menjinjitkan sandalnya agar suaranya teredam oleh tembok.
Namun saat memanjat jendela kamarnya, tiba-tiba….
“Bugh!” Loudy tersentak merasa menabrak sesuatu.

Bersambung