Rabu, 22 Desember 2010

CERBER TEENLIT : CHERRY &LOUDY (BAB VIII)

BAB 8
TEMPAT PENYIMPANAN





Cherry masih menyelidik ke arah anak itu berlari, matanya menyipit sambil tetap menggenggam ranting pohon yang dia gunakan untuk menarik bola tadi.
    
Tiba-tiba anak itu menarik-narik rok Cherry dari belakang, tanpa Cherry sadari kedatangannya. Anak cantik itu menunjuk sorang pria yang berdiri dibelakangnya. Cherry melirik kearah dimana tangan anak itu menunjuk.

Kemudian Cherry memandang dengan setengah terbelalak melihat sosok pria yang pernah Cherry lihat sebelumnya. Pria yang pernah Cherry juluki dengan sebutan “Papa tampan” berdiri sambil menuntun anak kecil cantik itu. 
“Ini Mandy?” Tanya Cherry agak terheran, karena terakhir dia melihat Mandy masih sangat kecil.
“Owh, bukan..bukan, ini Manda! Kakaknya Mandy”. Jawab si Papa tampan sambil tersenyum manis.
“Owh maaf, saya pikir Mandy”. Jawab Cherry tersenyum lebar.
   
Kemudian Papa tampan mengulurkan tangannya seraya menjabat tangan Cherry.  Cherry melongo seketika dan kemudian membalas jabatan tangan si Papa Tampan.
“Saya Ezza, dan ini anak pertama saya, Amanda.” Ucap nya memperkenalkan diri.
“Saya Cherry.” Jawab Cherry pendek.
“Jadi putri anda ada dua?” Tanya Cherry agak bingung.
 “ Iya, Manda usianya 4 tahun, dan Mandy 2,5 tahun” Jawab Ezza sambil duduk dibangku taman.
“ Mamanya dimana? Ko dua kali saya bertemu, anda sendirian terus?” Tanya Cherry sambil duduk berhadapan di tembok yang mengelilingi kolam.

Mendengar pertanyaan Cherry, Ezza terdiam dengan kedua siku tangannya menopang pada lutut sambil memandang Manda yang  sedang asyik mengejar-ngejar bola hijau mudanya yang dia tendang sendiri, topi bundar berwarna putih dengan aksen bunga mawar merahnya berkali-kali terjatuh saat dia berlari, dan dengan sigapnya Manda mengambil topi dan kemudian memakainya kembali di kepalanya tanpa arah yang tepat.

“Isteri saya …..” Kalimat Ezza terputus.
“Mertua saya membawa dia pergi ke Kanada.” Jawabnya pendek dengan terus memandang kearah Manda.
Cherry terbelalak, ingin rasanya bertanya, namun Cherry merasa tidak berhak untuk bertanya lebih jauh lagi.
“Pernikahan kami tidak disetujui oleh Mertua saya”. Lanjut Ezza meneruskan ceritanya tanpa Cherry bertanya lebih lanjut.
“Mertua saya bilang, saya belum mapan, karena belum memiliki tempat tinggal sendiri. Padahal, setahun setelah Manda lahir, saya sudah sanggup membeli rumah dari hasil keringat saya sendiri untuk keluarga kecil kami.” Jawabnya dengan tatapan menerawang.
“Tapi mertua anda tetap membawa isteri anda ke Kanada?” Tanya Cherry hati-hati.
“Iya, mereka membawa isteri saya secara paksa, tanpa ada perceraian. Mereka menganggap, saya tidak akan pernah bisa membahagiakan anak semata wayangnya. Manda dan Mandy pun mereka tinggal, mereka takut Manda dan Mandy akan mengganggu karier ibunya di Kanada.” Ujarnya menjelaskan.
“Isteri anda kerja di Kanada?” Tanya Cherry semakin penasaran.
“Iya, dia seorang psikolog, bisa kamu bayangkan. Dengan masalah hidupnya yang begitu rumit, dia masih harus membantu orang untuk berbagi dan bahkan mencarikan solusi. Tetapi, kesabaran dia yang membuat saya bertahan.” Jawab Ezza tersenyum tenang sambil memandang Cherry yang terlihat termenung mendengar setiap penjelasan Ezza.
“Tapi kami masih berkomunikasi tanpa sepengetahuan mertua saya. Saya sering memberi dia Cam saat kami Chatting, agar dia bisa melihat pertumbuhan Manda dan Mandy. Saya ingin dia tahu, kalau saya menjaga buah hati kami dengan baik, dan bisa mendidik Manda dan Mandy menjadi anak-anak yang cerdas, mandiri dan bertanggung jawab dari sejak dini. Dia berjanji akan kembali, dan saya akan terus menunggunya.” Lanjut Ezza menjelaskan dengan tatapan yang sangat yakin.

Cherry terdiam, tenggelam dalam pikirannya.

“ Seorang Ayah yang diberi cobaan begitu berat tapi masih optimis menyelamatkan rumah tangganya, dengan sabar dia menunggu isterinya kembali, demi cintanya pada isterinya, dan demi anak-anaknya dia rela menunggu. Sungguh pria yang tegar, seandainya Ayahku seperti itu, mungkin aku takkan pernah berpisah dengan Loudy seperti sekarang ini.” Gumamnya dalam hati

Dugh!!!! Bola hijau muda Manda terlempar tepat di dahi Cherry. Cherry pun tersentak dari lamunannya. Manda tertawa geli  melihat Cherry yang mengusap-usap dahinya. Ezza tertawa melihat tingkah Manda yang setengah memaksa menyibak poni Cherry dan mengecupnya sekejap seraya berkata.
“Aku kasih obat, biar sembuh pusingnya.” Ujar manda sambil tersenyum lebar.
Cherry hanya bisa tertawa menanggapi tingkah Manda yang menggemaskan.
“Ayo kita pulang Manda, Mandy pasti sudah pulang dari rumah nenek.” Ajak Ezza.
Manda pun berlari menghampiri ayahnya sambil melepas topi putihnya.
“Mau ikut Cherr?” Ajak Ezza lagi.
“Ngga usah, saya bawa motor kok.” Jawab Cherry tersenyum.
“Oh ya, panggil saya Ezza.” Katanya lagi.
“Gimana kalau aku panggil Kakak aja?”. Usul Cherry.
“Okelah, kalau itu membuat kamu lebih nyaman.” Jawabnya sambil terenyum.
    “Aku juga mau pulang, sudah sore.” Kata Cherry sambil berjalan beriringan dengan Ezza dan manda

Akhirnya mereka berpisah di tempat parkir. Cherry pun mengemudikan motornya ke jalan yang berbeda arah dengan mobil Ezza.

“Senang bertemu mereka, ketabahan Kak Ezza membuatku semangat untuk bisa bertahan dalam keadaan terpuruk sekalipun.

Sore itu, semilir angin sejuk menyapu wajah Cherry, menjadikan suasana hatinya lebih tenang. Motor matic putihnya pun berjalan santai menyusuri jalanan yang mulai lengang menandakan matahari mulai tenggelam.

Seminggu kemudian.
   
Sepulangnya dari sekolah, Loudy mendapati rumahnya sepi. Biasanya jika pulang sekolah, Tante Betsy langsung membentaknya memerintahkan Loudy untuk masuk ke kamarnya dan tidur siang. Tapi hari itu tampak tenang.

“Ayah dan Tante Betsy kemana kak?” Tanya Loudy menyelidik pada Adryn.
“Ayah keluar kota sama mama, ada urusan mendadak. Aku disuruh jagain kamu Loudy. Jadi kamu jangan nakal, apalagi mencoba untuk kabur dari rumah ini.” Jawab Adryn sambil melepaskan jacketnya dan melemparkannya di sembarang tempat kemudian masuk ke kamarnya.
Loudy hanya terdiam ditempat mendengar jawaban Adryn dengan berbagai pikiran di kepalanya.

Tanpa pikir panjang, Loudy langsung naik ke lantai atas. Seingat Loudy, setiap dia pulang sekolah, Adryn selalu masuk kekamarnya untuk tidur siang. Loudy pun punya kesempatan untuk masuk ke kamar Cherry yang telah kosong berbulan-bulan.
Sesampainya di depan pintu kamar Cherry, Loudy mencoba membuka pintunya, namun pintu kamar itu terkunci rapat.
“Waduh! Dikunci !” Keluh Loudy sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.

 Loudy memandang ke sekitar kamar Cherry.

“Ahaha, I have an idea!” Cetus nya dalam hati.

Kemudian Loudy turun kelantai bawah dan berjalan menuju kamar Adryn. Tanpa pikir panjang, Loudy pun mengetuk kencang pintu kamar Adryn.

“Kak Adryn!! Bangun Kak, tolongin aku kakak!” Teriak Loudy.
Tapi Adryn tak kunjung membuka pintu kamarnya.

“Kak Adryn!” teriak Loudy lebih kencang dari sebelumnya.

Akhirnya Adryn pun keluar dengan wajah kusutnya sambil mengacak-acak rambut, tampaknya Loudy benar-benar berhasil membangunkan Adryn yang baru saja terlelap tidur.

“Apaan sih kamu teriak-teriak?!” Bentak Adryn sambil berjalan ke meja makan dan menuangkan air putih digelasnya.

“Hehe, itu kak…anu…itu kak! “ Jawab Loudy tidak jelas sambil cengengesan.

Adryn menatap tajam kearah Loudy yang berdiri tepat di dekat tangga.

“ Jangan bilang kamu bangunin aku cuma buat hal yang ga penting.” Tegas Adryn mulai sewot sambil membuka toples dan melahap keripik kentang.

“Eng…enggak ko kak, aku serius! Jawab Loudy dengan wajah meyakinkan.
“Tadi…aku liat ada yang masuk ke kamar Kak Cherry kak!” Lanjut Loudy sambil membelalakkan mata kearah Adryn.

Adryn yang sedang minum pun langsung tersedak.

Uhuuk!!!kebanyakan ngelamun kamu Loudy! Uhhuk!! Mana mungkin..uhuuk!!!Mana mungkin ada orang masuk ke kamar Cherry, pintu depan …Uhuuk!! Sama pintu belakang udah aku kunci Loudy, lagian juga Uhukk…kamar Cherry terkunci, dan kuncinya ada disini!! Uhuuk..uhukk..hukk!!... Jelas Adryn terbatuk-batuk sambil menunjukkan serangkaian kunci yang langsung dia keluarkan dari saku celananya.

Loudy yang memandang kejadian itu tertawa geli melihat raut wajah Adryn yang memerah karena tersedak minumannya. Tshirt kuning Adryn pun basah karena tumpahan air dari gelasnya.

“Kalau kakak ga percaya, cek aja sendiri! Buka aja pintunya, tapi klo kakak takut sih…ya udah, aku juga mau belajar aja deh!.” Jawab Loudy menantang sambil ngeloyor berjalan menuju pintu kamarnya seolah-olah tidak perduli.

Adryn melepas tshirt basahnya sambil memandang ke lantai atas. Akhirnya Adryn berjalan menuju tangga sambil tetap mengantongi kunci di saku celana pendek hitamnya.

“Eng…aku boleh ikut ga kak?!” Tanya Loudy sambil tersenyum lebar.

Adryn mengangkat kedua tangannya tanda setuju, Loudy langsung masuk ke kamarnya dan membuka laci meja belajarnya untuk mengambil sesuatu, kemudian berlari kearah tangga dan berjalan mengikuti Adryn dari belakang.
Adryn berjalan sambil menyelidik lantai atas, kemudian menghampiri pintu kamar Cherry.

“Pintunya rusak Kak, mendingan lepas dulu kunci kamar Kak Cherry, soalnya suka susah diambil kalau udah masuk ke lubang kuncinya. “ Saran Loudy tanpa membuat Adryn curiga.

Adryn memandang tajam Loudy, namun Loudy membuang muka pura-pur tidak melihat Adryn yang mulai menatapnya dengan tajam. Adryn pun melepas satu kunci kamar Cherry dari rangkaian kunci ruangan yang lain. Kemudian memutar kunci dan membuka pintu kamar Cherry dengan awas.
Setelah pintu kamarnya terbuka, Adryn pun masuk ke kamar Cherry. Dengan sigap Loudy menukar kunci Kamar Cherry yang memang benar-benar rusak dan pernah Cherry simpan di laci kamar Loudy dengan kunci yang terpasang di pintu kamar Cherry.


“Kamu ngerjain aku ya?” Tanya Adryn sambil terus mengawasi sekelilingnya.
“Ng…ngak kak, serius tadi aku lihat ada orang masuk!” Jawab Loudy kembali meyakinkan.
“Dasar anak kecil, kebanyakan nonton film horror kamu, buktinya ga ada siapa-siapa diruangan ini. Cuma kamu sama aku Loudy!” Gerutu Adryn yang merasa dipermainkan oleh Loudy.
Loudy langsung cemberut, pipinya mengembung sambil melotot.
“Dasar bawel, udah tau aku kerjain, masih aja ngedumel! Gumam Loudy dalam hati.
“ Kamar ini rapih amat, padahal Cherry udah gak tidur disini berbulan-bulan.” Kata Adryn memandang sekeliling ruangan itu.

“Kak Cherry itu gak jorok, semua ruangan setiap hari dia lap dari debu-debu yang menempel, jadi debunya juga ogah nempel di ruangan ini.” Jawab Loudy sembarangan sambil duduk diatas tempat tidur Cherry.

Adryn memandang sekeliling ruangan itu. Sedangkan mata Loudy mengawasi setiap detil kamar itu, berharap ada sesuatu yang bisa Loudy bawa ke kamarnya.
Adryn mengelilingi ruangan itu, dikamar itu tidak terlalu besar.tidak banyak perabot yang terdapat disana seperti kebanyakan dikamar wanita lainnya. Tempat tidur model classic dengan kayu kokoh berwarna coklat gelap dan kelambu berwarna merah muda berdiri dengan cantik di tengah ruangan, meja belajar, meja rias, dan lemari dengan bahan kayu dan warna yang sama seperti tempat tidur pun mengelilingi kamar itu. Gorden berwarna merah muda senada dengan kelambu menutup jendela kamar Cherry, melindunginya dari sinar matahari.
Adryn menyelidik detil ke setiap sudut ruangan, menyentuh deretan koleksi foto-foto Cherry dan teman-temannya, begitu juga foto Ayah, Loudy dan Almarhum ibunya. Lalu Adryn meraih sebuah bingkai berisi foto keluarga utuh Cherry dan Loudy sebelum ayahnya menikah dengan Mamanya.
Kemudian Adryn duduk disamping Loudy yang masih menyelidik kamar Kakaknya sambil memeluk boneka kura-kura kesayangan Cherry.

“Apa Cherry baik sama kamu Loudy?” Tanya Adryn sambil memandang foto bahagia keluarga itu.
Loudy menengok sekilas kearah Adryn.
“Tentu”. Jawab Loudy pendek sambil kemudian membelakangi Adryn dan membuka laci meja rias Cherry.
“Sebaik apa dia?” Tanya Adrin sambil tetap menatap bingkai foto.

Loudy menghampiri  Adryn dan duduk disampingnya sambil ikut memandang bingkai foto keluarganya.

“Kak Cherry itu merawat aku sejak Ayah menikah dengan Tante Betsy, tepatnya sejak aku kelas 4 SD.” Jawab Loudy yang kemudian bangkit dari tempat dia duduk semula dan berjalan mendekati jendela, lalu membuka gorden dan kacanya.

Semilir angin segar pun memasuki kamar itu yang tampak sudah terlalu lama tidak dimasuki sinar matahari dan udara dari luar.

“Kalau aku ga ngerti sama pelajaran di sekolah, Kak Cherry yang mengajarkanku kembali di rumah sampai aku mengerti, kalau aku nakal, Kak Cherry juga yang mengingatkan aku, dia ga pernah marahin aku. Itu hebatnya Kak Cherry.” Lanjut Loudy sambil tersenyum memandang langit dari jendela kamar Cherry.

“Lalu?” Tanya Adryn dengan wajah penuh Tanya.

“Kalau aku sakit, Kak Cherry jagain aku dari aku bangun tidur, makan, minum obat, sampai aku tidur lagi, dan bahkan sampai aku sembuh di selalu ada disamping aku. Jadi intinya, Kak Cherry tidak seburuk seperti apa yang Ayah dan Tante Betsy katakan pada Kak Adryn.” Jawab Loudy sambil berbalik menghadap Adryn.

Adryn terlihat sedikit termenung memandang kearah  Loudy dengan bingkai foto tetap tergenggam dikedua tangannya, Loudy pun menatap tajam Adryn.

“Kak Cherry bukan hanya seorang Kakak bagi aku, dia bisa menjadi Guru, teman, bahkan bisa memposisikan diri sebagai seorang ibu untuk aku. Jadi Kak Adryn tidak akan bisa menggantikan posisi Kak Cherry. Sekalipun ayah, Tante Betsy dan Kak Adryn selalu mencibir dan menilai jelek Kak Cherry. Tapi aku lebih tahu Kak Cherry seperti apa? Jadi ucapan negative kalian tidak akan pernah mempengaruhi aku.” Jawab Loudy dengan tatapan lebih tajam dan kmudian berjalan keluar kamar meninggalkan Adryn yang terlihat shock mendengar pernyataan adik angkatnya tersebut.
Malam harinya Adryn pergi keluar rumah, dan sebelumnya sempat pamit pada Loudy sambil mengingatkan Loudy untuk tidak keluar rumah dan menegaskan bahwa Adryn mengunci Loudy dari luar.
“Ingat Loudy, kalau ada masalah, kamu hubungi aku pakai telepon rumah ini. Kamu tidak akan bisa menghubungi nomor siapapun kecuali nomor aku dan nomor ayah, ingat itu.”Tegas Adryn.
Loudy mengangguk cepat berharap Adryn tidak lebih banyak bicara dan segera keluar rumah.

Setelah sekitar 30 menit Adryn keluar dari rumah, Loudy langsung berlari ke lantai atas sambil menarik-narik celana piyama biru tuanya yang mulai kedodoran karena berat badannya yang menurun.
Saat membuka pintu kamar Cherry.
“Ahaha, rupanya Kak Adryn benar-benar ga bisa mengunci dengan kunci rusak ini.” Gumam Loudy sambil tertawa geli.
Loudy mendekati tempat tidur Cherry, mengangkat bantal-banal dari tempat tidurnya, mengangkat selimut tebal Cherry, namun dia tidak menemukan apa yang dia cari. Kemudian Loudy membuka semua laci yang terdapat di kamar tersebut, mencari-cari yang dia cari namun tak kunjung terlihat.
Dengan penuh rasa penasaran Loudy membuka lemari Cherry, namun tetap saja dia tidak menemukannya. Dalam keadaan setengah putus asa, Loudy merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur Cherry yang berantakan karena bantal, selimut dan guling sudah berserakan bukan pada tempatnya. Lalu membalik badannya seraya menelungkup dan menyingkap bantal besar bercorak bunga matahari di tengah tempat tidur, dari celah tempat tidur, Loudy menemukan sebuah celah kecil dibelakang tempat tidur, tepatnya di tembok yang terhalang tempat tidur bagian atas.
Dengan mata terbelalak Loudy baru saja mengingat sesuatu.

“Ya ampun! Ko aku bisa lupa?!” Keluhnya sambil memukul kepalanya sendiri dengan tangan kirinya.
“Pantas saja gak ketemu, Kak Cherry pasti menyimpannya ditempat yang aman”. Celotehnya lagi sambil mencoba mendorong tempat tidur untuk menggesernya kearah kanan, agar celah tersebut bisa dibuka oleh Loudy.
Selang beberapa menit, setelah bersusah payah mendorong tempat tidur besar itu. Akhirnya Loudy sudah dapat membuka dengan mudah tempat penyimpanan rahasia tersebut, karena Cherry sudah berkali-kali mengajarkan Loudy cara membuka tempat penyimpanan tersebut sejak mereka masih bersama.

“Nah ini dia!” Loudy melompat kegirangan setelah menemukan laptop berstiker spiderman seperangkat dengan Chargeran dan surat pendek dari Cherry yang isinya mengingatkan Loudy untuk tetap menyimpan laptop itu di tempat yang tidak mungkin di jangkau oleh siapapun kecuali Loudy sendiri.

Loudy bergegas menutup rapat tempat penyimpanan itu, menggeser kembali tempat tidur Cherry dan membereskan seperti sedia kala. Lalu keluar dari kamar Cherry sambil berlari menuju kamarnya dan mengunci  pintu kamarnya.

“Ya Ampun! Tapi kan gak ada modemnya!” Keluh Loudy sambil lagi-lagi memukul kepalanya dengan tangan kirinya.

“Lagi –lagi aku harus cari ide supaya aku bisa mendapatkan modem agar internetnya berfungsi.” Gumam Loady sambil terduduk lemas dibawah tempat tidurnya.

Kemudian Loudy menyimpan laptopnya ditempat penyimpanan dibalik meja belajarnya.

“Aku lelah hari ini, biar saja Kak Adryn pulang larut malam, aku mau tidur saja.” Ujar Loudy sambil kembali ke tempat tidurnya, dan menarik selimut spidermannya hingga dada.

“ I promise, Kak Cherry pasti akan tinggal disini menemaniku lagi.” Kemudian Loudy membaca doa dan terlelap seiring dengan larutnya malam itu.

Deru angin di luar jendela kamarnya pun tak mengganggu lelap tidurnya malam itu.

Bersambung ...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar